­

Kala frasa kehidupanmu terukir dari klausa bahagia, seakan terbentang jalan untuk selalu menari bebas di atasnya, berhentilah. Tiada sadar penat diri karenanya. Kejut hampa menuju nuansa penuh lena, hanya akan meleburmu dalam balutan khayal semu tak kasat mata.

0

Jalan tiga tapak langit pagi


Barangkali saya memang terlahir untuk selalu haus dengan segala hal baru. Atau untuk cepat jenuh tentang segala keadaan yang tak berubah, diam. Terpaku di tengah ramai yang berwarna selalu sama, di antara orang-orang yang diliputi kesibukan, ketidakheningan mereka yang penuh kekosongan, intervensi yang tidak bisa dihindarkan, saya terjebak.


Menyebalkan untuk membuka pena dengan aura ketidaksukaan seperti ini. Padahal di angan, saya mengenang mimpi-mimpi indah itu, entah kenapa skenarionya selalu membuat bergumam, "Kenapa hanya mimpi?".


Mimpi-mimpi yang membawa orang-orang dari masa kecil saya, atau mereka yang pernah mengajarkan bahagia di dunia nyata, juga karakter-karakter fiktif entah datang dari mana tetapi selalu bisa membuat saya tertawa yang tak berlebihan dan tetap merasa sangat nyaman.


Mimpi-mimpi tentang bermandi hangatnya pagi yang semu jingga. Berlarian di tengah jalan tiga tapak di antara petak sawah yang sudah agak mengering, yang berganti tebu-tebu sebagai tanamannya. Berkeliling desa yang heningnya kadang di candai siulan burung-burung, di sepanjang jalan-jalan berbatu yang disusun rapi, di tengah-tengah hutan tak terlalu rimbun yang tetap hangat meski angin dingin kadang menyambar badan dengan ramah.


Mimpi-mimpi itu pengganggu yang tak membuat kesal hati, cenderung memaksa saya untuk berterima kasih padanya. Terima kasih untuk angan sesaat yang menghadirkan rindu di akhir-akhir malam. Terima kasih telah menghadirkan semangat untuk menjadikanmu nyata.


Gambar: Twilight Walk, oleh talksrm.