![]() |
Barangkali saya memang terlahir untuk selalu haus dengan segala hal baru. Atau untuk cepat jenuh tentang segala keadaan yang tak berubah, diam. Terpaku di tengah ramai yang berwarna selalu sama, di antara orang-orang yang diliputi kesibukan, ketidakheningan mereka yang penuh kekosongan, intervensi yang tidak bisa dihindarkan, saya terjebak.
Menyebalkan untuk membuka pena dengan aura ketidaksukaan seperti ini. Padahal di angan, saya mengenang mimpi-mimpi indah itu, entah kenapa skenarionya selalu membuat bergumam, "Kenapa hanya mimpi?".
Mimpi-mimpi yang membawa orang-orang dari masa kecil saya, atau mereka yang pernah mengajarkan bahagia di dunia nyata, juga karakter-karakter fiktif entah datang dari mana tetapi selalu bisa membuat saya tertawa yang tak berlebihan dan tetap merasa sangat nyaman.
Mimpi-mimpi tentang bermandi hangatnya pagi yang semu jingga. Berlarian di tengah jalan tiga tapak di antara petak sawah yang sudah agak mengering, yang berganti tebu-tebu sebagai tanamannya. Berkeliling desa yang heningnya kadang di candai siulan burung-burung, di sepanjang jalan-jalan berbatu yang disusun rapi, di tengah-tengah hutan tak terlalu rimbun yang tetap hangat meski angin dingin kadang menyambar badan dengan ramah.
Mimpi-mimpi itu pengganggu yang tak membuat kesal hati, cenderung memaksa saya untuk berterima kasih padanya. Terima kasih untuk angan sesaat yang menghadirkan rindu di akhir-akhir malam. Terima kasih telah menghadirkan semangat untuk menjadikanmu nyata.
Purwantoro bagi saya merupakan tempat yang telah menjadi bagian perjalanan hidup bahkan sejak pertama kali menginjakkan kaki di sini dua belas tahun lalu. Wilayah yang terletak di bagian paling timur kabupaten Wonogiri ini telah memiliki tempat tersendiri di hati saya. Itulah mengapa, setelah hampir setengah dekade 'berpisah' dengannya, muncul semacam kerinduan untuk kembali tinggal di tempat ini. Ada rasa kangen dengan nuansa alamnya, pemandangan yang keempat penjurunya dikelilingi oleh gugusan bukit dan pegunungan. Gunung Brojo dengan puncak Pertapannya, Gunung Cumbri, kaki gunung Lawu di sebelah utara, juga Pegunungan Sewu di sebelah selatan.
Hari ini adalah kali kedua aku berdiri di tengah hiruk pikuk kota Surabaya. Setelah berhari-hari menunggu angka '+6231' muncul di layar handphone-ku. Dan benar saja, suara dari seberang sana, masih sama seperti ketika memintaku datang ke Surabaya untuk pertama kalinya.
"Ditunggu kedatangannya besok setelah jam 11.00 pagi".
Tanpa menjelaskan untuk apa, dan akupun tak sempat bertanya saking senangnya melihat angka +6231, dan hari ini aku berangkat dengan harapan akan kembali membawa kabar gembira.
"Hari ini, mas Heri bisa tinggal sementara di kantor Semolowaru. Karena besok sudah mulai kerja", ujar pak Brian, yang satu minggu yang lalu berjumpa dalam sesi wawancara.
Belum sempat hilang rasa senang sekaligus bingung dariku, beliau menambahkan.
Huah,cuapek puoll..baru balik dari Jambi,, kemaren hari jum'at aku ma Resi maen ke rumah'y Nita. Jalan2 ke WTC, trona, trus taman Rimbo..
Alhamdulillah, ketemu keluarga dari Jawa, serasa mudik beneran. Hihi.
Huwah.. Bad day bad day, ... Hari ke-2 masuk kantor.. Dari pagi udah bete. Diomelin sama bos di kantor sebelah. Hiks, gapapa deh. Tetep smangat!!,
Hari ketiga di bulan Ramadhan dan juga September. Ternyata keberangkatan ke Jambi ada sedikit perubahan jadwal. Aq masuk ke gelombang 1, yg brarti besok musti berangkat. Wew, ga bareng ma temen2 sekelas, ato temen kampung Si Resi deh. Tapi gapapa semoga perjalanan lancar.